Keraton Surakarta (c) pelancongngapak/eva oktafikasari |
Bekunjung ke Kota Surakarta atau Solo tidak lengkap rasanya jika belum mampir ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Oleh karenanya, aku dan temanku akhirnya memutuskan berjalan-jalan sejenak ke area keraton setelah lelah mengelilingi pasar Klewer yang letaknya cukup berdekatan.
Keraton Surakarta menjadi salah
satu destinasi wisata budaya dan sejarah yang sangat menarik untuk di kunjungi.
Keraton hingga saat ini masih difungsikan sebagai tempat tinggal Sultan dan keluarganya,
beberapa upacara adat dan perayaan juga masih diadakan di kawasan Keraton
Surakarta.
Saat kami berkunjung sekitar tanggal
26 Februari 2020 lalu, istana masih cukup lengang tidak banyak pengunjung. Hanya
ada sekitar 4 orang wisatawan yang nampak sedang berfoto-foto dengan abdi dalem
penjaga pintu istana.
Di kawasan pelataran istana
terpampang jelas peringatan untuk semua pengunjung agar tidak masuk kawasan
istana sembarangan dan tidak boleh menginjak batas bagi wisatawan. Jadi, untuk
pengunjung yang mau berfoto hanya boleh di luar saja.
Aku menghampiri salah satu abdi
dalem yang sedang bertugas menjaga pusat informasi, ragu-ragu aku bertanya
bagaimana caranya untuk masuk ke dalam istana. Jika dulu istana pernah dibuka
untuk umum, saat aku berkunjung ternyata sudah tidak mengizinkan wisatawan
masuk ke dalam kawasan istana.
BACA JUGA: Lost in Solo, Edisi Melancong Paling Absurd
Sebagai gantinya, beliau
mengarahkan kami untuk masuk saja di kawasan museum yang berada di sebelah
timur istana. Mengingat waktu kami yang terbatas dan jam 12 siang harus segera
check out dari penginapan, akhirnya kami memutuskan untuk berjalan-jalan dan
mengambil beberapa foto di sekitar istana saja.
Ada satu pengalaman menarik yang
sempat kami lihat, yaitu saat sebuah mobil pribadi membawa rombongan wisatawan
nekad menerobos depan pelataran istana yang khusus tidak boleh dilewati
kendaraan.
Kami sempat kaget, saat mendengar
beberapa pedagang dan petugas penjaga parkir meneriaki mobil yang nampak akan
menerobos kawasan pelataran tersebut. Benar saja, dengan cekatan abdi dalem
berlari mengejar mobil dan menghentikannya. Alhasil, si sopir harus berurusan
dengan pihak istana.
Aturan dan Larangan di Keraton Surakarta
Suasana di samping istana (c) pelancongngapak/eva oktafikasari |
Beberapa aturan dan larangan saat
berkunjung di kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat adalah tidak boleh masuk ke
dalam istana, pengunjung hanya boleh masuk ke museumnya saja. Selain itu,
pengunjung tidak boleh bicara kotor dan bersenda gurau di kompleks istana.
Jika kamu ingin masuk di kawasan
museum, sebaiknya jangan memotret sembarangan karena ada beberapa benda yang
tidak boleh difoto. Kemudian, wajib pengenakan samir merah kuning yang bermakna
agar semua sifat jahat dalam diri bisa dinetralisir.
Lalu, kamu dilarang menggunakan
sendal jepit, tapi jika menggunakan sepatu atau sendal yang bukan jepit kamu
masih tetap boleh menggunakannya. Pengunjung juga dilarang mengenakan kacamata
hitam, dan dilarang mengenakan topi.
Selain itu, kamu juga harus memastikan
batas-batas memasuki wilayah keraton bagi para pengunjung jangan sampai kamu
salah masuk dan berujung harus berurusan dengan pihak keamanan istana.
Museum Keraton Istana
Jika kamu tertarik untuk masuk ke
dalam museum tiketnya murah meriah hanya Rp.5.000,- saja, di dalamnya ada
beberapa koleksi benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan, mulai dari
peralatan masak para abdi dalem, peralatan kesenian, hingga senjata-senjata
kuno.
Panggung Sangga Buwana dan Pasir Hitam Pantai Selatan
Sebenarnya aku tertarik untuk
melihat bangunan seperti menara dari dekat, namun karena tidak dibolehkan masuk
akhirnya hanya bisa memotretnya saja dari luar istana. Bangunan yang menjulang
tinggi tersebut dikenal dengan nama Panggung Sangga Buwana.
Kabarnya, Panggung Sangga Buwana
hingga kini masih dijadikan sebagai tempat bermeditasi oleh Sultan. Konon,
tempat ini juga dijadikan sebagai lokasi pertemuan Raja Surakarta dengan Nyi
Roro Kidul.
Tidak heran jika di halaman dalam
istana ada pasir hitam yang dibawa langusung dari Pantai Selatan dan sudah berusia
lebih dari 200 tahun. Konon, pasir hitam ini juga mampu menyembuhkan segala
jenis penyakit jika mau berjalan di atas pasir hitam tersebut.
Selain itu, Panggung Sangga Buwana ini juga berfungsi sebagai menara pertahanan untuk mengontrol keadaan sekeliling keraton.
Selama berkeliling mengitari
kompleks luar istana, kami menyempatkan untuk berfoto di beberapa titik dan
melihat-lihat sebentar suasana di sekitar lokasi. Satu hal yang sangat aku
kagumi adalah penggunakan becak dan gerobak yang masih menjadi alat
transportasi bagi masyarakat Solo.
Menyempatkan diri berfoto di kawasan Keraton Surakarta (c) pelancongngapak/eva oktafikasari |
Di kecamatan tempat tinggalku saja, para pengendara becak sudah menggantinya dengan betor atau becak motor bahkan beberapa beralih profesi menjadi tukang ojek.
Namun, di Kota yang sangat ramai
seperti Solo para tukang becak ini masih cukup eksis. Jadi, jangan heran jika
saat berkunjung ke sana kamu akan menjumpai tukang becak yang bersliweran silih
berganti, mulai dari mengantar penumpang dari pasar hingga membawa barang yang
tidak umum seperti kayu-kayu panjang atau bahkan triplek yang lebar.
Potret Tukang Becak yang Masih Eksis di Solo (c) pelancongngapak/eva oktafikasari |
Belum puas rasanya mengeksplore keindahan istana Solo, waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 alhasil kami harus segera kembali ke penginapan. Rasanya ingin kembali lagi ke sana untuk sekadar berkeliling dan mengunjungi museum yang belum sempat kami eksplore. Semoga bisa berkunjung lagi dilain kesempatan.
Mantap kak pengalaman nya, bisa buat estimasi liburan nih kapan - kapan kalau ke solo😁
ReplyDeleteSiap kak, klo ke Solo blm lengkap rasanya klo belum kesini. Makasih kak sudah berkunjung
Delete