input license here

KISAH JENDERAL SOEDIRMAN, PANGLIMA BESAR DARI TANAH PERWIRA

Soedirman atau yang sering dikenal dengan sebutan Jenderal Soedirman, adalah seorang panglima jenderal kebangaan Indonesia yang sangat ahli dalam taktik perang gerilya. Beliau adalah salah satu dari pahlawan nasional yang dilahirkan di Tanah Perwira, lebih tepatnya di Kecamatan Rembang, Purbalingga. Bahkan rumah tempat beliau dilahirkan, kini sudah dijadikan tempat wisata yang bisa kamu kunjungi setiap saat.

Sebagai warga asli Purbalingga yang sangat kagum dengan Jenderal Soedirman, kali ini aku ingin merangkum kisah hidupnya yang penuh perjuangan dalam sepenggal tulisan berikut ini. Yuk, kita belajar sejarah hidup orang hebat siapa tahu semangat juangnya juga ikutan nular, iya nggak?

KELAHIRAN SANG JENDERAL BESAR

foto: pelancongngapak/eva oktafikasari

BACA JUGA: MENGENAL KEHIDUPAN MASYARAKAT PURBALINGGA TEMPO DOELOE DI MUSEUM SOEGARDA

Kala itu tepat pada hari Senin Pon, tanggal 24 Januari 1916 lahirlah seorang bayi laki-laki yang kemudian di beri nama Soedirman. Tak ada yang menyangka kelak beliau akan menjadi orang hebat, seorang jenderal besar, gerilyawan, dan pahlawan nasional.

Soedirman dilahirkan di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Sebelum mengalami pemekaran wilayah Bantarbarang masih menjadi sebuah dusun yang masuk dalam kawasan Desa Bodas Karangjati. 

Orang tuanya adalah Kasdi Kartawiraji dan Siyem, ayah kandungnya merupakan seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor. Karena masalah ekonomi, sejak lahir Soedirman kecil diangkat anak oleh paman dan bibinya, Raden Tjokrosoenarjo dan Tarsem. Kemudian diberi gelar Raden oleh ayah angkatnya. Raden Tjokrosoenarjo adalah seorang Asisten Wedana Rembang (camat) dan Tarsem merupakan adik dari Siyem, ibu kandung Soedirman.

Saat masih berusia 8 bulan, Raden Tjokrosoenarjo pensiun dan memutuskan untuk memboyong keluarganya ke Manggisan, Cilacap. Hingga usia ke 18 tahun, beliau tidak tahu bahwa ke dua orang tuanya saat itu bukanlah orang tua kandung. Ini adalah silsilah resmi yang ada dalam setiap buku sejarah versi pemerintah.

Pada tahun 2012, putra bungsu dan istri Jenderal Soedirman, Ir. Muhammad Bambang Teguh Cahyadi dan Siti Alifiah menyatakan bahwa ada yang salah dalam pencatatan silsilah keluarga. Mereka menyatakan bahwa Raden Tjokrosoenarjo merupakan ayah kandung dari Jenderal Soedirman.

SI ANAK MASJID

Setelah ayah kandungnya wafat, sang adik Muhammad Samingan, akhirnya juga turut dititipkan di keluarga Raden Tjokrosoenarjo. Mereka berdua dididik dalam nuansa keagamaan yang kental sejak kecil di bawah bimbingan guru ngajinya bernama Kyai Haji Qahar.

Soedirman termasuk anak yang sangat taat beragama, selalu sholat tepat waktu, bahkan dipercaya untuk mengumandangkan Adzan dan Iqomat. Di Cilacap, Soedirman hidup dalam lingkungan Muhamadiyah yang taat.

Soedirman kemudian semakin mendalami keislamannya di Sekolah Wirotomo lewat seorang guru bernama Raden Muhammad Kholil. Bahkan Soedirman sering melakukan ceramah, terutama pada teman-teman sekolahnya hingga mendapatkan julukan “Haji”, padahal beliau saat itu belum pernah pergi berhaji lhoh, gaes. 

AKTIF BERORGANISASI

Saat masih remaja, Soedirman sangat aktif berorganisasi. Selama sekolah beliau tercatat dalam beberapa organiasi, seperti kelompok musik, anggota dalam Perkumpulan Siswa Wirotomo, klub drama, dan klub sepak bola bahkan pernah menjadi pemain belakang pada Bond Banyumas.

Soedirman juga turut serta dalam mendirikan cabang Hizboel Wathan, organisasi kepanduan putra (pramuka) milik Muhammadiyah. Setelah lulus dari Wirotomo beliau dipercaya untuk menjadi pimpinan Hizboel Wathan cabang Cilacap.

Untuk mengenang jasa Soedirman dalam mendirikan organisasi pramuka, didirikanlah sebuah patung bernama Pramuka Jenderal Soedirman. Patung ini ada di kompleks Momumen Kelahiran Jenderal Soedirman dan diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto pada 23 Juni 1990.

SEORANG GURU DAN KEPALA SEKOLAH

Seusai lulus dari Wirotomo, Soedirman melanjutkan untuk belajar di Kweekschool, Surakarta, sebuah sekolah guru yang dikelola oleh Muhammadiyah. Baru satu tahun bersekolah, beliau harus berhenti karena kekurangan biaya.

Pada tahun 1936, beliau kembali ke Cilacap untuk menjadi seorang guru di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah, setelah sebelumnya dilatih oleh para guru di Wirotomo. Beliau dikenal sebagai guru yang adil, sabar, suka mencampurkan humor dan nasionalisme dalam setiap pembelajarannya.

Meskipun Soedirman tidak memiliki ijasah pendidik, tak berselang lama dirinya kemudian diangkat menjadi seorang kepala sekolah. Selama memimpin Soedirman dikenal sebagai sosok yang moderat dan demokratis.

TENTARA YANG GIGIH DAN PANTANG MENYERAH

foto: pelancongngapak/eva oktafikasari

Soedirman bergabung dengan Pendidikan Daidancho PETA di Bogor pada tahun 1944-1945. Setelah selesai menjalani pendidikan, Soedirman menjadi Daidancho di Kroya, Jawa Tengah.

Kemampuannya dalam dunia militer semakin tak diragukan lagi setelah beliau berhasil mengusir pasukan Belanda dan Sekutu yang memiliki peralatan perang yang jauh lebih canggih dari Ambarawa. Teknik strategis yang digunakan adalah “Supit Urang”, teknik ini mampu menjepit musuh dari dua sisi. Pertempuran ini di kenal kemudian dengan Palagan Ambarawa, yang terjadi dari 20 November hingga 15 Desember tahun 1945.

Saat terjadi Agresi Militer Belanda II dimana Jakarta dan Yogjakarta kala itu telah jatuh di tangan Belanda, Jenderal Soedirman lebih memilih berjuang dengan cara bergerilya. Saat itu kondisinya sedang sakit, karena TBC yang dideritanya menyebabkan sebelah paru-parunya harus “beristirahat”.

Dengan diusung oleh penduduk dan anggota tentara secara bergantian, Jenderal Soedirman harus memimpin perang dari atas tandu. Gambaran gigihnya Sang Jenderal selama bergilya dapat kamu lihat juga dalam salah satu Diorama yang ada di Monumen Kelahiran Jenderal Soedirman, Purbalingga.

Jenderal Soedirman kemudian dipanggil kembali oleh Presiden Soekarno ke Yogyakarta seusai Belanda menarik diri dari wilayah tersebut. Awalanya beliau bersikeras ingin melanjutkan perjuangan melawan Belanda, namun hal ini ditentang oleh Presiden Soekarno karena penyakitnya yang mulai kambuh.

AKHIR HAYAT SANG JENDERAL

Jenderal Soedirman sempat dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Sebagai ucapan terima kasih, beliau bahkan sempat membuat sajak berjudul “Rumah nan Bahagia” yang hingga kini masih diabadikan di salah satu ruangan tempat beliau dirawat kala itu.

Jenderal Soedirman kemudian wafat pada tanggal 29 Januari 1950, dan dimakamkan keesokan harinya pada 30 Januari 1950 di Makam Pahlawan Yogyakarta dengan prosesi pemakaman diiringi tangis duka puluhan ribu rakyat Indonesia.


Related Posts
SHARE

Related Posts

Subscribe to get free updates

Post a Comment